Strategi Menciptakan Keseimbangan Hidup

Dunia adalah fana. Kefanaan dunia adalah given sifatnya. Akan tetapi kefanaan dunia bisa lebih cepat atau terlambat terletak pada manusia bagaimana memenejnya. Sebab Allah swt sebagai pemilik alam semesta sudah mendelegasikan sepenuhnya kepada manusia untuk dikelola. Mengingat alam semesta adalah makhluk Allah swt termasuk manusia didalamnya berarti terdapat suatu interaksi kehidupan yang harmonis. Keharmonisan itu disebut hukum alam atau sunnatullah.
Sunnatullah, mengandung makna yang sangat dalam jika ditilik dari sudut pandang teosentris. Pemikiran teosentris inilah yang akan mengantarkan manusia pada tingkat pemikiran substansial. Bagi seorang tasauwuf yang sudah mencapai maqam ‘irfan mengatakan bahwa; “laa wujuuda illallah” atau “tiada yang wujud dialam ini kecuali Alah swt”. Pengertiannya adalah alam semesta ini merupakan karya Allah swt. Agar manusia menyadari bahwa alam semesta ini ciptaan Allah swt mutlak.
Alam merupakan faktor produksi yang sistem pengeloaannya diserahkan kepada manusia untuk mencapai kesejahteraan. Agar supaya manusia dapat mencapai kesejahteraan optimal maka sistem pengelolaan alam ini harus berdasarkan pada hukum Allah swt yang termaktub didalam Al-Qur’an. Jika Al-Qur’an dijadikan dasar manajemen pengelolaan alam semesta tentu saja akan terjadi keseimbangan. Keseimbangan hidup lahir dan batin. Dalam bahasa ekonomi konvensional bahwa ajaran Al-Qur’an menghendaki sistem ekonomi normatif. Ekonomi normatif menghendaki penerapan sistem produksi tidak berlandaskan “wants” tetapi “needs”.
Teori ekonomi konvensional yang berdasarkan “keinginan” atau “wants”, mendapat dukungan penuh dari paham rasionalisme dan ilmu pengetahuan. Dominasi rasionalisme terhadap segala pemikiran dan filsafat berlangsung sejak munculnya teori Copernicus (1543) kemudian dilanjutkan oleh pelopor rasionalisme modern oleh Francis Bacon (1561 – 1626) dengan semboyan “pengetahuan adalah kekuasaan (knowledge is power) serta Rene Descartes         (1596 – 1650) yang menyatakan bahwa; “saya berpikir, maka saya ada” (cogito ergo sum) yang selanjutnya  dikembangkan oleh David Hume dengan tesis pemikiran tentang kodrat manusia yaitu pengertian (understanding), nafsu (passions), kesusilaan (moral).
Paham rasionalis yang berkembang di Perancis dan Inggris dalam konteks ekonomi adalah terbentur pada suatu pertanyaan tentang bagaimana seseorang bisa hidup sebagai anggota masyarakat, tetapi secara individu bisa bebas mementingkan diri sendiri. Pertanyaan ini dijawab oleh David Hume dengan konsep moral yang kemudian dikembangkan oleh Adam Smith (1766) dengan menggabungkan suatu pemikiran; kebutuhan kebersamaan (fellow feeling), dukungan dari orang lain (need of approval), sikap menahan diri (self restraint) yang melahirkan nilai keadilan (rules of justice) dan nilai etika (rules of morality). Bagi Adam Smith bahwa sifat keadilan dan etika merupakan hukum alam, jika tidak maka manusia sudah saling menghancurkan dan saling tidak percaya.
Sebenarnya Adam Smith sudah memberikan solusi yang tepat dalam menjaga keseimbangan hidup. Dasar kesejahteraan yang disajikan oleh Smith melalui nilai keadilan dan nilai etika dalam memanfaatkan faktor produksi sebagai upaya mencapai kesejahteraan secara manusiawi telah memenuhi syarat. Akan tetapi manusia kembali kepada sifat serakah yang mana ahli ekonomi Jepang mengemukakan sebagai ekonomi binatang (animal economic), yang tidak kenal kenyang. Oleh karena itu dalam memaksimalkan faktor produksi untuk meningkatkan laju pertumbuhan digunakan teori full employment.
Pemikiran Adam Smith masih perlu ditingkatkan pada dimensi spiritual yang bertumpu dari ajaran Islam. Sayang Adam Smith tidak berminat mempelajari Islam sebagai dasar pemikiran ekonomi solutif. Idea Smith hanya dipakai oleh kapitalisme dari sisi keleluasaan swasta atau individu (self inteerst) dalam memfaatkan faktor produksi. Kekayaan alam dipaksa kering kerontang bagaikan sapi perahan demi untuk memperkaya individu yang tidak kenal lingkungan (fellow feeling). Akibat dari pada dominasinya kapitalisme ini akhirnya pemerintah hanya berfungsi sebagai regulator untuk memenuhi keinginan swasta/individu.
Secara politik global saat ini memang kapitalisme berada pada puncak kendali dunia. Akan tetapi fenomena kekuasaan yang dipaksakan melalui penjajahan ini dalam kondisi dihempaskan oleh badai krisis keuangan global. Amerika sebagai punggawa ekonomi kapitalis dewasa ini dilanda stunami krisis keuangan yang dahsyat. Dan, krisis ekonomi yang menerpa Amerika ini akan lebih berkepanjangan jikalau ekspansi penjajahan ke Afghanistan terus ditingkatkan. Amerika dan sekutunya akan kehilangan pamor dimata dunia kalau mereka masih terus mengirim pasukan ke Afghanistan, sebab mereka memerlukan dana yang besar sementara harapan menang tidak akan terwujud.
Bagaimana keseimbangan hidup diplanet dunia ini akan tercipta ? Solusinya adalah pemerintah sekuler yang memusuhi Islam hendaknya menghentikan niat jahatnya. Statement ini harus disadari,karena ummat Islam tidak takut mati. Bahkan mati dalam perjuangan ideologi penegakan syari’ah menjadi harapannya. Ridha Allah swt adalah tujuannya, mati syahid adalah jalannya, sementara materialisme dunia adala ujuannya. Sedangkan bagi para mukminin dunia adalah alat untuk mencapai kehidupan akhirat. Itulah hidup seimbang yang abadi.(Bayan Sahid)
Share this article :

Posting Komentar

Recent Post

 
Support : Creating Website | Johny Template | Mas Template
Copyright © 2011. lintasan - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by Mas Template
Proudly powered by Blogger